Terjadi Bentrok di Rempang, Polisi: Kami Kejar Provokatornya

bentrok di rempang
Polsek Galang berupaya melakukan mediasi antara masyarakat Galang dan PT MEG. Foto: Istimewa

BATAM – Kapolsek Galang Iptu Alex Yasral mengatakan warga Rempang yang melakukan aksi anarkistis di fasilitas PT Makmur Elok Graha (MEG) diduga terprovokasi oleh oknum masyarakat. Polisi pun kini sedang mengejar oknum provokator itu.

“Ada oknum yang memancing, memberi informasi kepada warga bahwa ada kesewenang-wenangan dari pihak MEG,” kata Alex Minggu (22/9/2024).

Dia menambahkan, saat ini sedang didalami siapa pemberi informasi ini. Oknum itu juga menyampaikan bahwa dirinya pihak pemilik tanah dan akan menghibahkan lahan kepada warga.

“Jadi, masyarakat mengatakan mereka mendapat hibah dari pemilik lahan,” tutur Alex.

Di sisi lain, BP Batam sudah membayarkan hak atas lahan kepada warga dan menyerahkan pengelolaannya kepada PT MEG. Kedua pihak lalu bertemu, warga Rempang mencapai sekitar 50 orang bentrok dengan karyawan PT MEG.

“Karena komunikasi di lapangan kurang baik, terjadilah bersinggungan kedua pihak. Dari masing-masing pihak ada korban. Dari masyarakat juga ada, dari PT juga ada. Saat ini masing-masing menempuh jalur hukum,” jelas Alex.

Alex menekankan sebenarnya situasi keamanan di Pulau Rempang tergolong aman. Namun, ada pihak-pihak yang menggiring opini agar terjadi kondisi yang panas.

“Di Rempang ini pada dasarnya situasinya aman. Cuma digoreng-goreng terjadilah masalah ini,” tegasnya.

Alex juga memantau banyak berita simpang-siur bahkan mengarah pada hoaks mengenai konflik yang terjadi di Pulau Rempang itu. “Jangan mudah terprovokasi, apalagi hoaks sekarang merajalela di Pulau Rempang ini,” harapnya.

Sebagaimana informasi, tiga karyawan PT MEG mengalami luka-luka akibat konflik dengan warga Rempang, Pulau Batam, Kepulauan Riau, Rabu (18/9/2024).

PT MEG menyebut pihaknya melakukan pembelaan diri karena diserang oleh puluhan warga. Direktur Utama PT MEG Nuraini Setiawati mengatakan ada sekitar puluhan warga yang mendatangi lahan yang diserahkan BP Batam terhadap PT MEG. Karyawan PT MEG lalu bertahan untuk mempertahankan lahan.

“Akibat tindak kekerasan yang dilakukan warga menyebabkan pihak PT. MEG yang bernama Hardin mengalami luka dalam dan retak rahangnya, Afrizal mengalami luka di bawah mata yang menyebabkan penglihatan menjadi kabur, Franklin mengalami luka di kepala. Ketiganya kemudian dirawat di rumah sakit selama tiga hari,” kata Nuraini dalam keterangannya, Sabtu (21/9/2024).

Dari foto yang diterima, terdapat luka terbuka di kepala Franklin akibat benturan benda keras. Begitu juga Afrizal, matanya memar sampai terlihat luka menganga. Nuraini juga menjelaskan pihaknya diberikan mandat untuk melaksanakan pengembangan dan pegelolaan Kawasan Rempang.

PT MEG selaku pihak yang ditunjuk oleh BP Batam dan Pemko Batam mengadakan pendekatan kepada warga, sebagian di antara warga bersedia menyerahkan lahan yang ditempati kepada PT MEG dan BP Batam.

“Sebagian lahan yang telah diserahkan oleh warga tersebut kemudian atas permintaan BP Batam dijaga PT MEG yang kemudian diberdayakan PT MEG untuk ketahanan pangan dan juga untuk menarik minat dari warga setempat agar bersedia bercocok tanam selama lahan belum digunakan untuk proyek pengembangan Kawasan Rempang,” jelas Nuraini.

Pada Rabu (18/9/2024) sekitar pukul 11.00 WIB, ketika pihak PT MEG dan dua warga setempat yang sedang menjalankan program bercocok tanam tiba-tiba didatangi warga berjumlah sekitar 20 orang yang berasal dari Sembulang Camping di bawah pimpinan Bakir.

Nuraini menjelaskan pihak itu meminta pihak PT MEG untuk meninggalkan lokasi. “Permintaan tersebut ditolak oleh pihak PT MEG karena menganggap warga yang menyuruh pergi bukan pihak yang berhak atas lahan,” kata dia.

Nuraini mengatakan warga terus datang memprovokasi dan mengusir pihak PT MEG. Situasi pun menjadi semakin memanas, sementara warga terus berdatangan hingga lebih dari 50 orang dan beberapa di antaranya mulai anarkistis dan membawa kayu.

“Situasi yang terus memenas berujung dengan tindak kekerasan yang dilakukan warga terhadap pihak PT MEG. Dalam situasi yang demikian, karena sudah mengancam keselamatan diri, maka dengan terpaksa pihak PT MEG membela diri sehingga mengakibat warga yang melakukan tindak kekerasan terkena pukulan. Pembelaan diri tersebut hanya dilakukan terhadap warga yang melakukan tindak kekerasan,” jelas Nuraini.

Nuraini membaca berita ada seorang warga yakni Nek Awe alias Hawa yang menjadi korban dari konflik itu. Nuraini menegaskan pihak PT MEG sama sekali tidak melakukan tindakan apa pun terhadap Nek Awe yang diketahui kemudian mengalami cedera.

SIG