Ditreskrimsus Polda Kepri Ungkap Penyelundupan Sisik Trenggiling Senilai Rp 1,2 Miliar

Trenggiling Diamankan Ditreskrimsus Polda Kepri. Foto : Istimewa

BATAM – Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau (Kepri) berhasil mengungkap kasus besar terkait dugaan tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pada operasi tersebut, aparat kepolisian mengamankan barang bukti berupa 21,80 kilogram sisik trenggiling (Manis Javanica) yang termasuk satwa dilindungi.

Dimana penindakan ini dilakukan pada Jumat (29/8/2025) sekitar pukul 14.45 WIB di samping Laundry Mama SMP Negeri 4 Batam, Kecamatan Bengkong, Kota Batam, dan hasilnya diumumkan pada Minggu (31/8/2025). Dirreskrimsus Polda Kepri Kombes Pol Silvester Mangombo Marusaha Simamora melalui Kasubdit I Ditreskrimsus Polda Kepri AKBP Ruslaeni menjelaskan, bahwa operasi ini merupakan tindak lanjut dari informasi intelijen mengenai adanya upaya penyelundupan sisik trenggiling yang akan dikirim keluar negeri. 

“Jadi dari lokasi tersebut, berhasil diamankan sisik trenggiling dengan berat total 21,80 kg. Barang bukti ini memiliki nilai jual yang sangat tinggi di pasar ilegal, yakni sekitar Rp60 juta per kilogram, sehingga total perkiraan nilainya mencapai Rp1,2 miliar,” ucapnya Senin (1/9/2025).

Rencananya, barang ilegal ini akan diselundupkan ke Vietnam melalui Malaysia. Berdasarkan hasil penyelidikan, harga jual di pasar gelap internasional bisa mencapai tiga kali lipat lebih tinggi dibanding harga di dalam negeri. 

“Hal ini menunjukkan bahwa jaringan perdagangan ilegal satwa dilindungi masih aktif dan terorganisir lintas negara,” tambahnya.

Meski berhasil menyita barang bukti, polisi hingga saat ini belum dapat mengamankan tersangka yang bertanggung jawab atas kepemilikan maupun distribusi sisik trenggiling tersebut. Penyidik menegaskan bahwa sisik trenggiling termasuk bagian dari satwa dilindungi sebagaimana tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) serta Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.

“Pelaku dalam kasus ini melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, khususnya Pasal 21 ayat (2) huruf c jo Pasal 40A ayat (1) huruf f. Aturan tersebut secara tegas melarang setiap orang untuk menyimpan, memiliki, mengangkut, ataupun memperdagangkan satwa dilindungi, baik dalam keadaan hidup maupun berupa bagian-bagiannya. Ancaman hukuman dalam pasal tersebut tidak hanya berupa pidana penjara, tetapi juga denda dalam jumlah besar sebagai efek jera,” tegasnya.

Ruslaeni menambahkan bahwa barang bukti kini telah diamankan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut. Polda Kepri berkomitmen mengembangkan kasus ini guna membongkar jaringan yang lebih luas, termasuk pihak-pihak yang berperan sebagai pengumpul, perantara, maupun penadah internasional. 

“Hal ini penting dilakukan karena perdagangan sisik trenggiling merupakan salah satu ancaman terbesar terhadap kelestarian satwa yang populasinya di alam liar terus menurun drastis,” jelasnya.

Polda Kepri juga mengimbau masyarakat untuk turut serta dalam menjaga kelestarian satwa dengan tidak terlibat dalam aktivitas perdagangan ilegal, baik sebagai penjual maupun pembeli. 

“Perdagangan ilegal satwa dilindungi bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keseimbangan ekosistem. Hilangnya satu spesies dapat berdampak luas bagi lingkungan dan generasi mendatang,” pungkasnya.

DIC