
BATAM – Warga Kota Batam dibuat geram dengan maraknya praktik penimbunan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite. Sorotan tajam tertuju pada sejumlah pengendara sepeda motor Suzuki Thunder yang diduga kuat melakukan pembelian pertalite dalam jumlah besar secara berulang di beberapa SPBU.
Kecurigaan semakin menguat dengan adanya indikasi keterlibatan oknum petugas SPBU dalam melancarkan aksi ilegal ini, yang memungkinkan para pelaku untuk melenggang bebas tanpa larangan pihak SPBU.
Berdasarkan pantauan tim investigasi pada Senin malam (10/3/2025) di SPBU 14.294734 yang terletak di Jalan Hang Tuah, Batam Center, sejumlah pengendara motor Suzuki Thunder terpantau melakukan pengisian pertalite secara berulang hingga tangki penuh. Tindakan ini secara terang-terangan melanggar peraturan pemerintah terkait penyaluran BBM bersubsidi, yang menetapkan batas maksimal kuota pengisian untuk kendaraan roda dua sebesar Rp100.000.
Dalam satu kali pengisian, beberapa unit motor Thunder tersebut tercatat mampu menampung hingga 14,8 liter pertalite, setara dengan Rp148.000. Jumlah ini jauh melampaui batas maksimal 10 liter atau Rp100.000 yang telah ditetapkan.
Salah seorang warga bernama Iwan yang tengah mengantre untuk mengisi bahan bakar di SPBU tersebut, mengungkapkan kekesalannya atas praktik yang ia saksikan. Menurutnya, tindakan para pengendara motor Thunder tersebut merupakan bentuk kecurangan yang nyata.
“Motor biasa saja tidak boleh mengisi lebih dari Rp100.000, tapi motor Thunder ini bisa. Ini kan namanya curang dan tidak adil,” ujarnya dengan nada geram.
Praktik pembelian pertalite secara berulang dan dalam jumlah besar ini mengindikasikan adanya upaya penimbunan, yang merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pelaku penimbunan BBM dapat dijerat dengan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Informasi yang dihimpun tim investigasi menguatkan dugaan bahwa para pengendara motor Thunder tersebut melakukan pengisian pertalite bersubsidi secara berulang kali. Setelah tangki penuh, mereka memindahkan BBM tersebut ke dalam jeriken di lokasi-lokasi terpencil. Pertalite hasil penimbunan ini kemudian dijual kembali kepada konsumen melalui warung-warung kecil di pinggir jalan dengan harga yang lebih tinggi.
Maraknya praktik penimbunan pertalite ini diduga kuat dipicu oleh tingginya permintaan dari para penjual pertalite eceran yang menjamur di Kota Batam. Keterbatasan pengawasan dan penegakan hukum disinyalir menjadi faktor yang memperparah kondisi ini.
Pihak berwenang diharapkan segera mengambil tindakan tegas untuk memberantas praktik penimbunan BBM bersubsidi ini, serta mengusut tuntas dugaan keterlibatan oknum petugas SPBU. Penegakan hukum yang adil dan transparan diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para pelaku, serta menjaga ketersediaan dan stabilitas harga BBM bagi masyarakat Kota Batam.
DIC