BATAM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Batam menggelar diskusi dan deklarasi “Jurnalis Bukan Juru Kampanye” pada Sabtu (26/10/2024) malam. Acara ini menjadi pengingat kepada seluruh jurnalis di Kepri agar tetap menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam kegiatan kampanye politik pada salah satu paslon tertentu.
Di bawah gelapnya malam, acara berlangsung sederhana di halaman Sekretarian AJI Kota Batam. Sebelum deklarasi acara dimulai dengan diskusi bersama tiga pematintik yaitu, Majelis Pertimbangan dan Legislasi (MPL) AJI Kota Batam Slamet Widodo, Koordinator Wilayah (Korwil) Ikatan Jurnalis Televisi Indoneisa (IJTI) Gusti Yennosa, dan Anggota Bawaslu Kota Batam Jazuli.
Gusti Yennosa membuka diskusi dengan kondisi keberpihakan jurnalis di Kota Batam. Kondisi itu tidak hanya membuat resah dirinya secara pribadi tetapi juga sudah dirasakan jurnalis-jurnalis muda lainnya di Batam.
“Kondisi inikan menjadi contoh tidak baik untuk jurnalis muda yang ada di Batam ini,” kata Gusti.
Ia menegaskan, IJTI punya aturan tegas kepada jurnalis yang menjadi juru kampanye atau tim sukses.
“Kalau ketahuan langsung dicabut ke anggotaannya,” kata dia.
Jurnalis perempuan yang akrab disapa Ocha itu meminta kepada seluruh jurnalis terutama jurnalis senior di Batam agar memberikan contoh terbaik kepada jurnalis muda.
“Tidak ada sanksi mengikat untuk kita semua, ini kembali kepada diri sendiri, kalau mau berkampanye silakan lepas status jurnalis,” katanya.
Begitu juga yang dikatakan Slamet Widodo, acara diskusi dan deklarasi ini bentuk koreksi kepada diri sendiri oleh kawan-kawan jurnalis. Tidak hanya untuk kawan-kawan pelaku yang menjadi juru kampanye, tetapi juga kepada kita yang hadir disini.
“Kita tau kondisi bisnis media sekarang dalam keadaan tidak baik-baik saja, tetapi kita berharap independen itu menjadi yang paling utama,” katanya.
Jurnalis senior yang akrab disapa Dodo itu menegaskan, bahwa tugas jurnalis adalah untuk kebenaran, kebenaran itu sendiri adalah kepentingan publik. AJI kata Dodo punya aturan tegas juga tentang perilaku jurnalis agar tidak menjadi juru kampanye atau tim sukses.
“Kita tau ada iklan paslon tertentu kepada media, tetapi jangan sampai publik tidak bisa membedakan antara iklan dan berita, itu yang disebut media harus menjaga garis api,” katanya.
Sementara itu, Jazuli menegaskan, peran Bawaslu sebagai pengawas, pencegah, hingga penindak dalam proses Pemilu. Menurutnya, kolaborasi dengan jurnalis memiliki peran penting dalam mengedukasi masyarakat tentang demokrasi yang sehat.
“Ini adalah suntikan luar biasa dari jurnalis untuk mengedukasi masyarakat. Jurnalis membantu masyarakat memahami cara berdemokrasi yang baik,” ujar dia.
Jazuli mengatakan, tidak hanya jurnalis, Bawaslu juga punya kode etik yang harus tetapi di junjung tinggi.
“Kita memang punya sikap pribadi, tetapi ada kode etik yang mengatur kita,” katanya.
Sekretaris AJI Batam, Fathur Rohim menyebut, diskusi dan deklarasi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap fenomena jurnalis yang terlibat dalam kampanye politik tanpa melepaskan peran jurnalistiknya. Hal ini dapat merugikan masyarakat yang membutuhkan informasi akurat dan tidak bias.
“Jika jurnalis berperan sebagai juru kampanye, masyarakat tidak menerima informasi dengan objektif,” katanya.
Ia juga menekankan, bahwa dinamika politik di berbagai daerah turut memengaruhi netralitas jurnalis. Oleh sebab itu, AJI Batam berharap gerakan deklarasi semacam ini dapat menjadi pendorong bersama, mengembalikan peran jurnalis sebagai pelayan publik.
Setelah pemaparan dari narasumber, kegiatan dilanjutkan dengan penandatanganan dan pembacaan deklarasi, “Jurnalis Bukan Juru Kampanya”, oleh perwakilan masing-masing organisasi.
DAY