Ziarah kubur adalah anjuran Rasulullah SAW, namun semata-mata untuk tujuan mengingat kematian. Rasulullah SAW bersabda:
زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ
Artinya: “Lakukanlah ziarah kubur, karena akan mengingatkan kalian terhadap kematian.” (HR Muslim).
Sebelumnya adanya anjuran untuk beriziarah kubur, Rasulullah pernah melarang ummatnya untuk berziarah kubur. Larangan ini, mengutip buku Risalah Shaum karya Wawam Shofwan, sempat berlaku lama pada masa awal Islam yang saat itu masih kental dengan kesyirikan.
Namun demikian lalu untuk alasan kebaikan maka ziarah kubur pun dianjurkan. Anjuran ziarah kubur ini dilandasi oleh hadist:
إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمْ الْآخِرَةَ
Artinya: “Dulu aku melarangmu melakukan ziarah kubur. Sekarang, lakukanlah ziarah kubur, karena akan mengingatkan kalian terhadap akhirat.” (HR Muslim).
Pengamalan ziarah kubur pada Jumat disebutkan mengandung keutamaan di baliknya. Hal ini pernah dijelaskan oleh Imam Al Ghazali dalam Kitab Sakaratul Maut wa Syiddatuh terjemahan Aep Saepulloh Darusmanwiati saat menceritakan seorang lekaki dari keluarga Ashim Al Juhdary.
Lelaki itu pernah bermimpi bertemu dengan Ashim dua tahun setelah kematiannya. Ia kemudian bercerita, ia bertanya pada Ashim untuk memastikan karena Ashim yang dikenalnya sudah meninggal dunia, “Bukankah kau telah meninggal dunia?”
“Ya, aku telah meninggal dunia,” jawab Ashim.
Lelaki itu pun bertanya lagi pada Ashim, “Di mana tempatmu sekarang?”
Ashim menjawab, “Demi Allah. aku bersama sekelompok kawan berada di salah satu taman surga. Kami berkumpul setiap malam Jumat dan paginya lalu bersama-sama menemui Abu Bakar bin Abdullah al Muzani. Dari sanalah kami mengetahui kabar kalian.”
Lelaki itu bertanya lagi, “Apakah kalian saling bertemu dengan tubuh kalian atau hanya roh kalian saja?”
“Ya, jasad-jasad itu telah musnah. Kami hanya saling bertemu roh-roh kami (tanpa jasad),”
Lelaki tersebut kembali bertanya, “Apakah kalian mengetahui apabila kami menziarahi kalian?”
Dijawabnya, “Ya, kamu mengetahuinya setiap Jumat sore dan seluruh Jumat (pagi, siang, sore, atau malam) dan setiap Sabtu sampai matahari terbit,”
Saat ditanya, “Mengapa hanya Jumat dan Sabtu, tidak di semua hari lainnya?”
Ashim menjawab, “Hal itu karena keutamaan dan kemuliaan Jumat.”
Meski demikian, ada perbedaan pendapat tentang kekhususan ziarah kubur hari Jumat di kalangan ulama mazhab. Keterangan ini dijelaskan dalam Kitab Al Fiqh ala Madzaahib al Arbaah yang diterjemahkan Tim Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah (PISS) KTB dalam buku Tanya Jawab Islam.
Kitab tersebut menjelaskan, ziarah kubur merupakan amalan sunnah pengingat kehidupan akhirat. Mazhab Hanafi dan Maliki meyakini hukum kesunnahannya menjadi muakkad bila dikerjakan pada Jumat, hari sebelumnya, dan hari setelahnya.
Mazhab Syafi’i berpendapat hukum sunnah dari ziarah kubur dapat menjadi muakkad. Dengan catatan, bila ziarah kubur dilakukan mulai dari waktu Ashar pada Kamis hingga terbitnya matahari pada Sabtu. Pernyataan ini juga sesuai dengan pendapat unggul di kalangan Malikiyah.
Sementara itu, Mazhab Hambali menyebutkan ziarah kubur tidak menjadi muakkad dan tidak berlaku pula kekhususan pada hari lainnya. Hal senada juga diyakini oleh Lembaga Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi. Lembaga itu justru melarang pengkhususan hari Jumat untuk berziarah.
Sumber: DetikHikmah